Diskripsi Blog

...mintalah bantuan kepada tangan kananmu. Dan lelaki itu membuat tulisan dengan tangannya.

1963




Ada yang dirumuskan kembali di tahun 1963. Gagasan tentang perumusan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) baru untuk pertama kalinya terdengar di tahun itu. Alasan dilakukannya perubahan bahwa ada pasal-pasal tertentu yang perlu disesuaikan dengan karakteristik bangsa Indonesia, sebuah negara di wilayah timur yang mengadopsi undang-undang dari barat untuk mengisi kekosongan hukum pasca kemerdekaannya. Sebuah ironi memang, bahwa Indonesia merdeka dari negara yang menciptakan undang-undang yang akhirnya diadopsi tersebut.

Sudah tentu bukanlah hal yang mudah. Dari 1963, memakan waktu hingga setengah abad sampai RKUHP disahkan DPR RI. Selain itu, banyak polemik dan kontroversi yang turut mewarnai proses perumusannya. Masyarakat merasa tidak dilibatkan dalam proses penyusunan RKUHP tersebut. Setelah diprotes, Pemerintah menebusnya dengan menggelar sosialisasi di 12 titik di Indonesia. Sebuah langkah praktis untuk “melibatkan masyarakat”.

Pengesahannya pun tidak sampai satu bulan karena dibandingkan dengan DPR, pemerintah merupakan pihak yang lebih aktif dalam melakukan perumusan karena memiliki sumber daya dan waktu yang lebih besar. Selain itu kalau pembahasannya lebih banyak di DPR sisi politiknya akan lebih banyak ketimbang sisi hukumnya.

Masyarakat atau setidaknya perwakilan masyarakat menilai bahwa RKUHP baru terlalu pro penguasa, antidemokrasi, melanggengkan korupsi dan terlalu mencampuri ranah privat. Demonstrasi digelar, korban jatuh dan pengesahan ditunda. Dalam masa penundaan itulah aspirasi masyarakat ditampung.

Tapi, ada yang menarik dalam aspirasi. Dalam hal menyalurkan aspirasi, suara DPR adalah suara rakyat. Suara DPR jugalah yang merumuskan RKUHP. Dan suara rakyat menolaknya. Sebuah paradoks terjadi. Dan kita sama-sama tahu, ketika paradoks terjadi di dalam dunia politik, berarti ada sesuatu yang salah.

Entah dimana kesalahan itu. Kesalahan dalam redaksi pasal-pasal dalam Wetboek van Strafrecht yang tidak memiliki padanan kata yang pas jika diterjemahkan ke bahasa Indonesia atau kesalahan pengadopsian undang-undang barat sejak semula. Yang jelas, menyajikan gado-gado yang enak dengan resep hamburger tahun 1963 memang bukanlah pekerjaan yang mudah dilakukan.

Related Posts